Quantcast
Channel: Jejak BOcahiLANG
Viewing all 403 articles
Browse latest View live

Sosis Domba Wutung ( Batas RI – PNG )

$
0
0

Banyak pengalaman menarik saat saya merantau di Jayapura tahun 2009 lalu, salah satunya adalah desa Wutung. Wutung merupakan sebuah desa di perbatasan Republik Indonesia dan Papua New Guinea (PNG) yang menyisakan kenangan indah saat melintasinya. Selain merasa bangga karena itu pertama kalinya saya menginjakkan kaki di ‘luar negeri’, saya juga melihat pemandangan yang berbeda dengan apa yang sering saya lihat di kota Jayapura. Pergi ke luar negeri tanpa visa? Ya cuma disini…cihuyyyy….

aspal mulus menuju perbatasan

Cerita berawal dari ajakan kak Yani,teman satu kantor di Jayapura yang mengusulkan piknik bareng di hari minggu, dan hasil kesepakatan kak Yani, saya dan dua teman kantor lainnya memutuskan berangkat ke ‘luar negeri’. Dengan mengendarai mobil dinas mas Hasta (suami kak Yani), kami melaju kencang ke arah distrik Muara Tami. Melewati papan petunjuk arah pantai Holtekamp, kami belok kanan mengikuti arah menuju desa Skouw, sebuah desa paling ujung di timur Indonesia. Jalan raya menuju perbatasan betul-betul diluar perkiraan. Di benak pikiran saya, daerah perbatasan itu pasti penuh intrik antar negara sehingga jalan raya dibiarkan rusak atau tanpa aspal begitu saja, ajaibnya jalan raya menuju Skouw ini mulus seperti jalan tol, kawan….
Sekitar dua jam perjalanan dari kota Jayapura, mobil jazz merah kami akhirnya sampai ke Skouw sebuah desa yang menjadi batas dua negara Republik Indonesia dan Papua New Guinea. Kendaraan dari Indonesia hanya boleh masuk sampai di pos jaga tentara di desa Skouw, selanjutnya para pengunjung harus berjalan kaki memasuki batas negara. Bangga banget karena sempat mampir di desa ini, apalagi mengetahui bahwa teman kantor lain yang ngaku lahir di Jayapura aja belum sempat nginjakin kaki disini. Tapi deg-degan juga saat melewati pos penjagaan tentara Indonesia yang bertugas di perbatasan. Banyak nonton siaran televisi tentang distrik merah bikin parno berlipatganda saat terlihat tentara berpakaian lengkap siap perang berjalan mondar-mandir di depan mobil sambil bawa senapan berlaras panjang hiiii……

Saya di luar negri!!!!

Lalu dimanakah Wutung? Wutung merupakan desa batas negara PNG yang bisa ditemui setelah berjalan kaki melewati gerbang bertuliskan “WELCOME TO PAPUA NEW GUINEA” dengan tulisan kecil “Jesus Christ” berwarna merah di bawahnya. Masih di papan yang sama ditemui tulisan “WELKAM LONG PAPUA NIUGINI” “Lord over this Land”. Membaca tulisan welcome di sini membuat mata ini berbinar, membuat hati berdegup kencang ingin rasanya jingkrak-jingkrak dan teriak “Saya udah sampe di luar negeri,coy!” #kumat ndesone :-D .

Suasana desa Wutung terlihat lenggang, hanya terlihat beberapa penduduk yang berjalan lalu lalang melintasi batas negara. Beberapa dari mereka terlihat membawa beberapa kotak INDOMIE, minyak goreng dan bahan pokok lain yang akan dibawa masuk ke PNG. Tak jauh beda saat penduduk keluar dari batas negara PNG, mereka membawa kardus snack, kopi instan, beras, gula yang semuanya ‘Made in PNG’ untuk dibawa masuk ke Wutung.

Skouw – Wutung

sosis domba

Saat tengah melihat rutinitas penduduk setempat, tiba-tiba indera penciuman sama-samar mencium bau sedap seperti daging panggang. Bau harum itu berada tak jauh dari gerbang perbatasan RI-PNG. Sumber bau itu berasal dari seorang perempuan yang tengah mengoreng sosis berwarna merah yang tidak lain adalah sosis daging domba yang digoreng minyak seadanya diatas lempengan besi. Di samping nya terlihat perempuan lain yang membawa beberapa daging domba yang sudah dibungkus rapi dengan kertas koran dan diberi bumbu garam. Harga sosis domba dipatok 15.000 rupiah waktu itu, dan daging dombanya 20.000 rupiah saja. Daging domba mereka beli dari PNG, kemudian diolah dan dijual di Wutung. Kalau dipikir-pikir harga segitu juga tidak terlalu mahal mengingat besarnya biaya hidup di Jayapura dan perjuangan warga perbatasan ini dalam menyambung hidup. Sungguh sebuah sajian unik di perbatasan negara dan hanya bisa ditemukan di Wutung…. :)

Tak terasa waktu berjalan cepat dan hujan yang semakin deras membuat kami harus segera meninggalkan Wutung. Melangkah berat melewati gerbang yang saya lewati saat masuk Wutung tadi membuat semakin tidak rela meninggalkan ‘luar negeri’ secepat ini. “Gudbai Tenkyu Long Kam Lukim Papua Niugini – God Istap Wantaim Yu” atau “GOODBYE-THANK YOU FOR VISITING PAPUA NEW GUINEA-GOD BE WITH YOU” tulisan di gerbang sisi PNG yang semakin dibaca malah membuat langkah kaki semakin berat melangkah masuk ke desa Skouw…huff *menghela nafas panjang….
Sungguh kenangan yang tidak mungkin saya lupakan seumur hidup. Bila orang Indonesia merasa bangga jika pertama kalinya keluar negeri itu ke Singapore atau Kuala Lumpur, saya lebih bangga lagi karena bisa bercerita bahwa pengalaman pertama ke luar negeri saya adalah PNG. ;-)

tower pengintai

desa perbatasan PNG

Coca Cola yang ternyata beken banget di PNG

penjual sosis domba Wutung

“Protect yourself against AIDS”

kantor imigrasi PNG

Note : Jika hanya sekedar ingin melewati perbatasan RI-PNG kita hanya perlu melapor di kantor tentara perbatasan RI terlebih dahulu dan meninggalkan KTP disana. Bila mau berlibur ke negara PNG bisa langsung lapor ke kantor imigrasi di Wutung dan jangan lupa menunjukkan paspor yang sudah ada visa Papua New Guinea nya. Visa PNG bisa didapat di kantor kedutaan PNG yang terdapat di daerah Entrop, Jayapura.


Filed under: INDONESIA, Papua Tagged: 2009, batas RI-PNG, God Istap Wantaim Yu, Hello Human, human interest, Indonesia, PNG, Skouw, sosis domba, Welkam Long Papua Niugini, Wutung

Pantai Bama vs Game Gemes

$
0
0

Jenenge pantai iki opo?” tanya seorang bapak kepada teman semejanya,
Pantai Bama…” jawab bapak yang lain,
Kok koyo jenenge presiden Amerika, Obama…hahaha” celetuk yang lain disambut suara tawa keras mereka yang suaranya membuat suasana kantin ramai di suatu pagi.

Pantai Bama

Pantai Bama merupakan salah satu pantai yang berada di kawasan Taman Nasional Baluran yang berjarak kurang lebih 3km dari Savana Bekol. Sebenarnya masih banyak pantai-pantai lain di sepanjang pesisir timur laut sampai utara TN Baluran, tetapi hanya Pantai Bama saja yang memiliki kehidupan, dalam arti memiliki sarana penginapan yang memadai, tersedia air tawar untuk mandi, tersedia kantin, dan yang terpenting tersedia listrik meski listrik mulai menyala pukul 18.00 sampai pukul 05.00 pagi.
Biaya penginapan di Pantai Bama bisa diunduh di sini [link]. Kondisi listrik terbatas sehingga penginapan di sini tidak memiliki pendingin ruangan/AC, hanya tersedia kipas angin/fan saja. Bagi wisatawan yang terbiasa dengan penginapan ber-air conditioner berarti harus siap sengsara #jleb.

Masih ingat kejadian brunch saya diambil paksa oleh monyet unyu di artikel Africa van Java? Setelah kejadian itu saya hanya bisa gigit jari meratapi jam handphone dan menghitung berapa jam lagi harus menahan lapar sampai makan malam. Sebenarnya di dekat penginapan terdapat kantin yang menyediakan menu makanan yang beragam, tapi apa daya nasib traveller yang bawa uang saku mefet hehe… Untuk menghilangkan rasa lapar, saya berjalan keluar dari pantai Bama menuju sebuah hutan bakau yang berjarak cuma 5 menit dari pantai. Hutan bakau disini (sementara) masih jauh dari tangan jahil manusia, air payau yang mengenangi akar-akar besar pohon bakau terlihat bersih tanpa sampah plastik. Meski hutan bakau ini tidak terlalu luas dan hanya memiliki jembatan terbuat dari semen (bukan kayu), menurut saya disini merupakan salah satu spot hunting foto sunrise terbaik di sepanjang pesisir Pantai Bama.

Suasana hari pertama di Pantai Bama terasa berbeda, kami sudah lebih akrab satu sama lain dibandingkan saat di Kawah Ijen, masing-masing sudah berani berpendapat dan ngajak bercanda. Duo cewek blogger Indohot eh… Indohoy (Mumun en Vira) selalu bikin suasana garing para cowok (saya, Mas Yusuf, Ilham, Diyan, Rully, Werdha)  jadi buyar berkat banyolan mereka dari pagi sampai malam(semoga nggak capek ya). Delapan orang yang terdiri dari blogger, explorer, fotografer, kameramen komplit jadi satu, berasa nemu anggota club baru nih di Baluran :D . Malam pertama diawali dengan uji nyali masuk hutan malam hari yang kebetulan tidak saya ikuti karena saya phobia hantu malam hari #pengakuan.

Keesokan harinya pukul 05.00 mata sudah mengalarm untuk melek gara-gara ingin melihat sunrise di Pantai Bama. Matahari terbit yang mengawali hari itu terlihat magic, membuat mata ini dimanjakan gradasi warna mulai dari warna jingga, biru hingga kuning keemasan. Ah, sungguh pemandangan alam yang memikat hati…

bunga asem

Banyak aktivitas alam yang bisa dilakukan di sekitar pantai Bama, salah satunya adalah bird watching di Manting trail. Jalur khusus sepanjang 700 meter yang dimulai dari Bama sampai Manting sepanjang 700 meter ini merupakan rumah bagi banyak burung di Taman Nasional Baluran. Jangan kecewa bila berjalan jauh masuk hutan tapi tidak menemukan seekor burung sama sekali, namanya juga hewan liar jadi mereka tidak nongkrong di satu tempat seperti kebun binatang. Sembari mencari burung yang bertengger di atas pohon jangan lupa tenggok kanan kiri jalur trek. Di sepanjang jalan kita bisa melihat ajaibnya Baluran yang punya beragam hutan seperti di Manting trail yang memiliki dua macam hutan, hutan yang hijau sepanjang tahun dan hutan penuh pohon asem yang kering kerontang akibat kemarau panjang.

sisi gersang Manting trail

sisi ‘hijau’ Manting trail

butterfly

Masih mencari kegiatan lain di sekitar Pantai Bama? Ada pilihan lagi bagi pengunjung yang suka dengan laut yaitu snorkeling. Alat snorkeling disewakan di kantor penjaga pantai dengan harga 40.000 include lifejacket. Bila termasuk perenang handal bisa dicoba berenang sejauh kurang lebih 100 meter ke tengah laut untuk melihat terumbu karang ciamik di bawah laut Bama. Untuk yang bukan perenang handal bisa menyewa kapal boat kecil untuk berlayar ke tengah yang dipatok harga sekitar 300.000 tergantung negosiasi. Saya tidak bisa bercerita banyak tentang keindahan bawah laut Bama karena saya tidak nyemplung ke bawah waktu itu, menyesal banget…tapi berjanji pada diri sendiri bahwa kelak harus mengulangi perjalanan kesini lagi ;-) .

sunset dari Bama saat snorkeling

Malam kedua kami lewatkan dengan beristirahat di tenda yang kami dirikan sepulang dari snorkeling. Kami mendapat ijin special agar bisa menginap di pinggir pantai, tentu saja ini merupakan pengalaman yang bikin suasana liburan lebih adventure. Jalan-jalannya di hutan, nginepnya di pinggir pantai pake tenda, asyik kan? Selesai mendirikan tenda dan makan malam di kantin, kami dibantu penjaga pantai menyalakan api unggun di depan tenda. Di tengah cahaya api unggun tidak memungkinkan kami bermain UNO atau permainan kartu lain, keluarlah ide duo Indohoy bikin game tebak-tebakan judul film. Kami dibagi menjadi dua kelompok, grup pertama terdiri dari Vira, Werdha, saya dan mas Yusuf, grup kedua diisi Mumun, Diyan, Rully dan Ilham. Game dimulai dari salah satu peserta grup pertama yang dibisikin judul film oleh grup kedua untuk kemudian diperagakan lewat ‘seni gerak tubuh’ judul yang dimaksud tanpa boleh berbicara sepatah katapun sampai teman segrupnya bisa menjawab, begitu pula sebaliknya jika giliran grup dua yang maju.

api unggun

Game ini bikin satu grup gemes kalau tidak bisa menangkap clue atau petunjuk yang diberikan oleh peraga. Gemes bikin masing-masing grup merasa ingin teriak “enggak mau kalah pokoknya!”. Timbullah kreatifitas acak kata lewat gerak, seperti judul film “Erin Brockovich” yang bisa ketebak lewat clue gerakan “Hey, Bro…”, kreatif kan? hehe. Hembusan angin laut yang tambah kencang membuat game gemes ini makin tambah seru. Semakin larut akhirnya terlihat capeknya pikiran olah kegemesan dan ting tung tong…jreng jreng jreng…finally kemenangan berpihak ke tim saya lewat pilihan judul film “Jermal” (salah satu filmnya om Didi Petet). Si peraga juga mulai kelihatan capek saat berusaha menyerempetkan kata negara Jerman menjadi Jermal hihi…. Namanya juga game, jadi asik plus gemesnya harus ditanggung bareng. Suasana malam di pantai yang dingin itu akhirnya ditutup oleh kemenangan Jermal dan kekalahan “Jerman” :-D .
#SalamJermal kawans…. ;-)

to be continued…

pendataan konservasi tahunan Pantai Bama

jalan menuju brid wacthing, Manting

gradasi saat sunrise

Golden sunrise….

bangun dari tenda langsung disuguhi sunrise…asik kan? :)

monyet unyu pun ikut menikmati matahari pagi


Filed under: BEACH Lover, East Java, INDONESIA, Taman Nasional Tagged: 2012, adventure, Baluran, BEACH Lover, bird watching Manting, Indonesia, Jermal, Manting trail, pantai, Pantai Bama, petualangan, snorkeling, sunrise, sunset, Taman Nasional Baluran

Savana Bekol – Unforgettable Moments

$
0
0

Taman Nasional Baluran itu indah banget kawan, selain punya alam bawah laut yang mempesona di Pantai Bama juga punya hutan belantara yang memiliki banyak satwa liar di savana nya. TN Baluran memiliki dua savana, yaitu Savana Bama dan Savana Bekol. Savana Bama terletak tidak jauh dari pantai Bama, sedangkan Savana Bekol berjarak 3 km dari pantai atau kurang lebih 12 km dari gerbang masuk taman nasional. Savana Bekol memiliki fasilitas penginapan dan kantin seperti pantai Bama, kalau suka kehidupan laut dan ingin bergosong ria bisa bermalam di Pantai Bama, jika ingin melihat kehidupan satwa liar di Baluran bermalamlah di Savana Bekol.

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson kawasan TN Baluran beriklim kering tipe F dengan temperatur berkisar antara 27,2ºC-30,9º C, kelembaban udara 77 %, kecepatan angin 7 nots dan arah angin sangat dipengaruhi oleh arus angin tenggara yang kuat.
Musim hujan pada bulan November-April, sedangkan musim kemarau pada bulan April-Oktober dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember-Januari. Namun secara faktual, perkiraan tersebut sering berubah sesuai dengan kondisi global yang mempengaruhi. ( disadur dari www.balurannationalpark.web.id ) 

Bulan October lalu kondisi hutan musim di Savana Bekol kering akibat kemarau panjang, sepanjang mata memandang hanya terlihat hamparan rumput kering dan pohon-pohon yang sudah gugur semua daunnya. Saya dan kawan lain menyempatkan diri berjalan dari pantai menuju savana, eh ralat…sewa sepeda motor penduduk setempat yang dikenai harga sewa 30.000 dink ^^.

Bertiga di motor (jangan DITIRU!) :)

Total sepeda motor yang bisa kami sewa hanya 3 buah saja padahal kami berjumlah 8 orang dan (dengan terpaksa) Mas Yusuf memutuskan tidak ikut, sehingga dibagi seperti ini Ruli dengan Mumun , Ilham dengan Vira, terakhir Werdha, saya dan Diyan satu motor jadi satu alias bertiga. Jalanan dari pantai menuju savana Bekol yang rusak parah dan batu besar dimana-mana bikin pantat loncat-loncat kegirangan dari jok sepeda motor, seru sih seru tapi tegang juga mikir kalau ban sepeda motor kenapa-kenapa di tengah jalan sepi tanpa sinyal handphone mau minta tolong sama siapa coba? Untunglah sepanjang perjalanan lancar, malah kami sempat berhenti sebentar untuk mengambil gambar kerbau dan beberapa rusa yang terlihat dari pinggir jalan.

Tujuan utama setelah sampai di pesanggrahan Bekol, kami langsung memarkir sepeda motor yang sudah berjuang sekuat tenaga  sepanjang jalan. Setelah mengatur nafas akibat tegang di jalan dan meregangkan otot pantat, kami langsung berpencar mencari spot pas untuk foto yang tentunya untuk dishare ke kawan lain *wink. Tak jauh dari homestay Bekol terdapat sebuah gardu pandang yang anak tangganya lumayan menguras tenaga, tapi sesampainya diatas WOW banget pemandangannya. Pemandangan Gunung Baluran yang berdiri gagah di tengah-tengah taman nasional, hamparan savana berwarna kecoklatan, angin sejuk yang berhembus kencang, sesekali terlihat elang terbang dengan gagahnya di udara, ahh rasanya tidak mau meninggalkan tempat ini cepat-cepat….

tengkorak kerbau dan banteng yang dipajang di depan Bekol

Savana Bekol

anak tangga ‘ajib’ menuju gardu pandang

view dari gardu pandang

Bila tidak ingin berjalan jauh dari pantai Bama dan ingin berburu satwa liar bisa menggunakan jasa guide TN Baluran untuk membantu melihat rusa atau satwa lain. Pagi terakhir di Baluran, saya, Mumun, Vira, Diyan dan Werdha memakai jasa guide dengan membayar 75.000 untuk berburu gambar satwa liar di jalur trekking Bama-Kalitopo (700 meter). Seperempat jam berjalan kami masih belum menemukan seekor binatang sama sekali, hanya menemukan jejak kaki dan poop rusa. Tiba-tiba jari telunjuk pak guide menunjuk ke arah semak-semak kering ditengah hutan, dan terlihatlah gerombolan rusa yang sedang mencari makan. Rusa liar…bukan rusa kebun binatang, kawan… Rusa-rusa terlihat berlarian kecil saat mendengar langkah kami yang semakin mendekati mereka, mereka peka terhadap suara berisik sehingga kami harus berjalan pelan untuk bisa melihat lebih dekat. Hampir satu jam kami berjalan di tengah teriknya sinar matahari yang menyengat kulit namun burung merak yang kami incar lama tidak menampakkan bulunya sama sekali :( . ( Note: Beruntungnya, burung merak akhirnya kami temui di pos Bekol saat perjalanan pulang #senyummanis )

thank you travelmate ;)

Mobil jemputan yang kami rental sudah siap mengantar kami semua kembali ke jalan keluar Taman nasional Baluran. Rasanya moment indah selama disini tidak mungkin bisa saya lupakan, brunch gagal gara-gara dicuri monyet unyu, bermalam di tenda di pinggir pantai, tenda diseruduk banteng tengah malam, game Jermal yang bikin gemes di api unggun, rusa cantik yang saya lihat di Kalitopo, merak yang akhirnya saya temui di Bekol, sayangnya kami harus pulang ke rumah masing-masing sehingga momen indah tersebut cukup sampai disitu saja. Suasana di mobil terlihat hening, tidak banyak suara canda seperti di awal perjalanan, capekkah, sedihkah, bahagiakah atau pikiran lain yang terbersit di pikiran masing-masing. Untuk mengenang moment di hari terakhir, kami sepakat untuk berhenti sejenak di savana Bekol untuk mengambil gambar rame-rame. Jepret….

Say THANK YOU for unforgettable moments, si kriwil Mumun kembarannya “JoyTobing” Vira (duo Indohoy), si kalem Diyan, si jangkung Werdha, si misterius Ilham, Ruli yang berbadan paling subur, dan tentu saja mas Yusuf yang baik hati…. #SalamJermal

jalur trek Bama-Kalitopo

foot step

Rusa cantik di Bekol

ini tulang…

Merak di Bekol

way to home


Filed under: East Java, INDONESIA, Taman Nasional Tagged: 2012, adventure, Baluran, Indonesia, Jawa Timur, Kalitopo, merak, rusa, savana, Savana Bekol, Taman Nasional Baluran, travelmate, wisata Indonesia

RAFTING itu Candu!

$
0
0

Jika ada pertanyaan lebih takut mana antara rollercoaster dengan rafting, pasti langsung aku jawab RAFTING! Jika ada pertanyaan lebih asyik rafting atau rollercoaster, langsung aku jawab RAFTING juga! Rafting atau arung jeram yang saya maksudkan bukan arung jeram seperti di salah satu wahana DUFAN Ancol yang dikendalikan oleh mesin, tetapi kegiatan outbound mengarungi sungai asli dengan menggunakan perahu karet khusus. Total kegiatan rafting yang pernah saya ikuti cuma lima kali, tiga kali di Sungai Progo Atas – Magelang, satu kali di Sungai Elo – Magelang, dan terakhir di Telaga Waja – Bali, ngakunya takut tapi bikin nyandu hehe…

Pertama merasakan kegiatan rafting di tahun 2007 waktu saya masih kerja kantoran di sebuah perusahaan travel agent. Saya dan seorang teman menjadi wakil kantor untuk mengikuti suatu gathering sebuah maskapai penerbangan XX di Magelang. Alasan kenapa saya terpilih cuma satu, karena teman sekantor gak ada yang berani rafting…jadilah saya yang penasaran tingkat tinggi langsung bilang OK ke atasan tanpa banyak alasan. Gathering yang saya ikuti diadakan di Hotel Puri Asri Magelang yang transportasi dari Solo ke Magelang dan kamar hotel ditambah kegiatan rafting keesokan harinya ditanggung semua oleh pihak penyelenggara, mbolos kerja, liburan, gratis lagi, hehe…
Rafting bukan sebuah aktivitas main-main, bila kita lalai nyawa jadi taruhannya sehingga petugas Progo Rafting (agen resmi Sungai Progo Magelang yang berkantor di Hotel Puri Asri) memberikan arahan yang serius mulai dari cara memegang dayung yang benar, langkah yang diambil bila jatuh dari perahu, sampai langkah yang diambil jika melihat teman jatuh dari perahu. Karena ini acara gathering travel agent dan pihak penerbangan maka peserta yang ikut berjumlah puluhan. Perahu diisi 5 orang, 4 peserta ditambah seorang guide.

Pengalaman pertama rafting tentu menberikan kesan apalagi selain tegang, bermuka serius sepanjang perjalanan. Tangan bekerja keras mendayung perahu, mencoba balapan dengan perahu lain sampai akhirnya Ceproott… muka kena siram air sungai oleh perahu sebelah dan mendadak kendurlah otot tegang ini. Kalimat “Why so serious?” -nya Joker membuat otak beku ini langsung mencair. Di sepanjang perjalanan pemandu sering meneriakkan istilah-istilah rafting seperti “jeram” yang artinya kita harus berhenti mendayung dan bersiap karena perahu akan melewati turunan yang lumayan deras disela batu-batu sungai yang segedhe sapi. Ada juga “boom“, ini aba-aba yang terdengar ngeri bagi saya karena aba-aba ini dilontarkan mas guide saat perahu akan melewati arus yang sangat super deras dengan batu segedhe gajah di sampingnya *hening….. Jangan merasa ngeri dulu! Rafting itu merupakan kegiatan outbound yang menyenangkan selama kita menikmatinya dan tidak berpikiran jelek.

narsis sebelum rafting

Pengalaman rafting kedua, saya mencoba Sungai Elo yang letaknya di Magelang juga. Tarif yang harus saya bayar saat itu kalau tidak salah 150ribu perorang karena kami berenam dipaksa masuk dalam satu perahu ^^. Perahu yang digunakan lebih besar ( bisa muat 6 orang yang mayoritas berbadan besar ) dan aman dinaiki juga karena arus di Sungai Elo tidak sederas Sungai Progo Atas. Kali ini durasi nya cukup lama yaitu 3 jam karena harus mengarungi sungai sepanjang 12 km. Yang membuat beda dari sungai Elo adalah sungainya tidak selebar Progo Atas sehingga arus tidak terlalu deras, bahkan banyak spot yang bisa digunakan untuk berenang bebas. Rafting sekali lagi merupakan olahraga yang fun, jadi jangan tersinggung bila mendapati perahu lain menguyur air ke badan atau bahkan sampai menceburkan kita ke sungai. Jangan khawatir capek mengayuh selama 3 jam, karena perahu biasanya berhenti di pos peristirahatan di pinggir sungai untuk melepas lelah sejenak dan makan makanan kecil yang disediakan agent. Untuk sungai di Magelang camilan yang disajikan biasanya berupa gethuk, klepon, wajik, gendar ditemani dengan air kelapa muda segar.

Rafting sungai ELO 2009

Untuk pengalaman ketiga dan keempat kalinya rafting saya kembali berhadapan dengan Sungai Progo Atas (keduanya gratis lagi karena acara kantor) dengan pengalaman yang berbeda. Acara rafting Progo Atas selalu menjadi favorit perusahaan penerbangan XX untuk gathering-an, tapi kali ini peserta tidak difasilitasi hotel gratis lagi, melainkan diberi kelonggaran untuk membawa serta teman sedivisi sebanyak 15 orang. Huray… Akhirnya jadilah acara refreshing sedivisi kantor, dan akibat ‘racun’ dari saya yang menceritakan asyiknya rafting membuat teman kantor yang sudah sepuh ikutan daftar rafting juga #senyumbahagia. Musim penghujan membuat air sungai meluap dan membuat rafting makin asyik karena tidak perlu capek-capek mendayung agar perahu bisa maju. Tapi…kelihatan berbahaya karena arus menjadi lebih deras dari biasanya.
Banyak kejadian peserta yang jatuh saat perahu tiba-tiba terperosok di dalam derasnya arus sungai, termasuk saya. Saat perahu saya mendadak nyangkut di tengah batu segedhe gajah dan tidak mau lepas, tiba-tiba ada perahu dari belakang yang mendorong perahu saya maju. Huff…akhirnya perahu bisa lepas akibat dorongan tadi… Tapi sialnya, salah satu peserta perahu belakang malah terjerembab jatuh ke sungai dan secara reflek menarik lifejacket saya… Byuurrr… Jadilah saya ikut terjun bebas dari perahu. Cemas? Bangettt….tapi saya ingat arahan yang diberikan oleh pemandu sebelum memulai rafting, yaitu “Tetap tenang saat berada di dalam air, jangan banyak bergerak karena banyak bergerak malah membuat badan terombang-ambing”. Tenang itu kuncinya, dan ikuti arus sambil mengarahkan kaki lurus kedepan, jangan sampai kepala di depan karena resiko terbentur batu. Kadang pikiran tenang juga ada batasnya, bila teman lain tidak menarik saya kembali keatas perahu gimana? Tetaplah berpikiran positif dan tenang. Sesekali saya mengayunkan kaki ibarat mengayuh sepeda dan Hupp… akhirnya saya ditarik oleh pemandu naik ke perahu. Hiuff… Adrenalin yang memuncak perlahan menurun. Saya SELAMAT! :)

Rafting itu asyik….bukan sereemmm

Rafting di Kali Progo 2009

teman sedivisi rafting Sungai Progo 2011

Rafting Kali Progo(lagi) 2011

Rafting Telaga Waja 2012

Hasrat rafting saya yang semakin menjadi-jadi saya lampiaskan awal tahun kemarin saat berlibur di Bali bersama keluarga. Kali ini mencoba rafting di Sungai Telaga Waja yang terletak di daerah Karangasem Bali. Air Sungai Telaga Waja dangkal, berbeda dengan sungai yang pernah saya arungi di Magelang dan mau tidak mau harus mengayuh sekuat tenaga. Tantangan di rafting kali ini adalah peserta harus siap setiap saat menghindari dahan patah di sepanjang jalan, badan harus ditundukkan saat menemukan jembatan bambu yang digunakan untuk menyeberang warga, menyerongkan badan saat menemui bambu patah di pinggir sungai. Air di Telaga Waja ini bening dan bersih sekali tapi tidak ada spot yang pas untuk berenang karena sepanjang sungai penuh batu besar. Uniknya sungai di Bali, tersedia lebih dari satu spot untuk istirahat. Banyaknya agent rafting di Telaga Waja membuat beberapa air terjun di sepanjang sungai dipaksa menjadi post peristirahatan. Untuk kesekian kalinya saya mendapat hoki “diseret” nyebur ke sungai. Kejadiannya hampir sama dengan cerita diatas yaitu perahu mendadak terjepit di antara batu segedhe gajah, hanya kali ini saya didorong masuk sungai oleh sepupu saya yang duduk disamping saya. Akibat dari kejadian itu lensa kacamata saya copot sebelah, hilang entah kemana dan sandal nyaris terseret arus juga. Ketegangan rafting di Telaga Waja bukan itu saja, di titik akhir sungai perahu harus menuruni turunan semacam perosotan dengan kemiringan 45 derajat! Sebelum terjun bebas, kami dipersiapkan telentang dengan melipat kedua tangan di depan dada dan tiba-tiba guide mendorong perahu dan……perahu terjun bebas ibarat orang meluncur di perosotan dan diterima oleh air yang langsung membasahi seluruh badan. Segeerrrr…. Andai saja saat jatuh posisi badan tidak telentang dan mata bisa melihat proses jatuhnya perahu mungkin lebih asyik lagi ya, tapi apa daya alasan faktor keamanan /(vov). Keluar dari sungai kami langsung menaiki ratusan anak tangga menuju restoran tempat kami makan siang. Napas tersenggal-senggal, otot kaki yang terkadang mogok bergerak, tapi semua itu tergantikan oleh senyum manis yang menghiasi mulut saya sepanjang jalan.

Rafting…aku padamu…


Filed under: Bali, Central Java, INDONESIA, Yogyakarta Tagged: 2007, 2009, 2011, 2012, adventure, Kali Elo, Kali Progo, Magelang, Progo Rafting, rafting, Sungai Elo rafting, Sungai Progo Atas rafting, Telaga Waja rafting

Soft Drink di Tengah Gunung

$
0
0

Siapa yang tidak kenal Bali? Banyak orang asing bilang Indonesia itu di Bali ya? Duh…salah kaprah yang fatal kawan…. Maka dari itu blog ini jarang update tentang wisata Bali, search mbah Google udah bisa cari info apa aja tentang pulau dewata tersebut. Tapi kali ini saya ingin bercerita tentang pengalaman trekking salah satu gunung di Bali yaitu Gunung Batur.
Sekilas tentang Gunung Batur adalah gunung api tertinggi kedua yang masih aktif di pulau Bali yang terletak di kecamatan Kintamani, Bangli dengan ketinggian 1.717 m (terletak di barat laut Gunung Agung – ketinggian 3.124 m) yang memiliki kaldera dan membentuk sebuah danau bernama Danau Batur. Gunung Batur memiliki tiga buah kawah yang masih aktif yang terletak di kaldera Batur raksasa, kaldera Gunung Batur pernah dikatakan sebagai yang terbesar dan terindah di dunia. Kabar terakhir kawasan gunung ini sudah resmi dinobatkan sebagai anggota jaringan taman bumi dunia ( GGN – Global Geopark Network ) dari UNESCO. Wow…bangga banget salah satu alam Indonesia telah diakui UNESCO sebagai laboratorium geologi dunia. Bali bukan cuma surga pantai saja, tetapi memiliki kaldera yang luar biasa indah untuk ditunjukkan ke dunia.

WARNING!

Cerita berawal dari bulan April lalu saat saya berlibur ke Bali dengan sanak saudara yang datang dari luar negeri. Sebelum kami rafting di Telaga Waja, saya dan lima orang sepupu mengikuti tour untuk trekking di Gunung Batur. Tour yang kami bayar sudah termasuk guide berjumlah dua orang yang mengawal kami berenam, harga yang kami bayar waktu itu 400.000 per orang. Kurang lebih 3 jam perjalanan dari Nusa Dua menuju kaki Gunung Batur. Kami tiba di pintu masuk Gunung Batur sekitar pukul 03.00 subuh dan langsung trekking di tengah kegelapan yang hanya diterangi cahaya lampu senter. Cuaca di awal perjalanan terasa dingin, tetapi setelah berjalan beberapa menit… baju lapis dua yang saya pakai sudah basah oleh keringat. Bila Gunung Ijen trekking di tanjakan penuh pasir yang kalau tidak hati-hati bisa terpeleset, lain halnya Gunung batur yang memiliki batu gunung tajam yang berasal dari letusan gunung beberapa waktu silam. Nyoman, guide kami sering berhenti saat melewati pura yang ada di sepanjang jalan, dia berdoa kemudian meletakkan dupa dan sesaji dengan maksud agar perjalanan kami diberi selamat. Mistisnya Bali jangan pernah dianggap remeh, karena mereka percaya Dewa-Dewi ada dimana-mana. Jangan berpikiran kotor dan tetap menjaga kesakralan gunung seperti yang sudah ditulis di papan kayu dekat gerbang masuk gunung. Batu tajam sepanjang jalan membuat langkah kami tersendat-sendat dan mengharuskan konsentrasi tinggi agar tidak ngantuk apalagi terperosok jurang *amit-amit jangan sampai*.

Di kegelapan tiba-tiba ada dua orang laki-laki lewat membawa tas ransel besar dan salah satunya terus membututi kami semenjak Nyoman selesai bersembahyang di pura. Saya mendadak parno berpikiran bahwa bapak tersebut mengincar tas atau kamera DSLR sepupu saya yang notabene orang asing. Entah kenapa sepupu saya yang cewek mendadak terpeleset dan si bapak tadi membantu dia berdiri dibantu Nyoman dan setelah sepupu saya bilang “Thank You”, si bapak malah menawarkan bantuan untuk mengandeng sepupu saya tadi. Tanpa berpikiran panjang akhirnya tangan dijulurkan dan si bapak menuntun dia naik melewati tanjakan batu terjal sampai akhirnya menemui jalan yang agak rata dan dilepaskanlah tangannya. Tak lama kemudian si bapak langsung menyodorkan botol. Apa-apan ini? Batin saya.

telor rebus dan roti nanas slurpp…

Ternyata yang disodorkan adalah botol soft drink ( pilihannya Coca Cola atau Sprite ). Ow….ternyata menuntun orang yang terlihat kesusahan menaiki gunung dimanfaatkan agar dagangan minumannya laku banyak. Sebotolnya dihargai 25.000 yang memang sudah standard harga bule. Kenapa soft drink, kok bukan teh botol atau AQUA? Dari banyaknya pendaki yang saya temui tidak ada turis lokal sama sekali, semua yang saya lihat adalah turis asing. Berhenti sebentar dan menunggu mereka menghabiskan soft drink, dan mengatur nafas yang semakin berat, kami berjalan lagi sampai akhirnya tiba di puncak tepat pukul 05.00. Langit masih gelap, hanya terlihat kerlap-kerlip lampu perumahan penduduk di bawah gunung. Sambil menunggu sunrise saya segera mencari tempat duduk yang banyak tersedia di dalam pondok kecil dekat gardu pandang.

daftar makanan + minuman di puncak

Badan yang basah kuyup membuat saya harus melepas jaket dan satu baju agar tidak masuk angin kena terpaan angin yang lumayan kencang di puncak. Tak berapa lama Nyoman membawa roti tawar yang diolesi selai nanas segar, telur rebus yang masih panas dan tentunya kopi….#sruputkopi dulu :) . Harga tur yang kami bayar sudah termasuk breakfast tadi, bila kurang kenyang bisa membeli langsung di pondok dan membayar sesuai yang tertera di daftar menu mereka. Pukul 06.00 mulai terlihat sedikit cahaya dari ufuk timur, warna semburat ungu kemerahan berubah menjadi warna kekuningan. Awan masih enggan bergerak, tetap menutupi pemandangan di bawah seperti ribuan kapas arum manis yang menghiasi lantai. Matahari perlahan muncul dari sela awan memperlihatkan warna golden yang mempesona. Amazing! Indah! Beautiful! Apik! Keren! Entah berapa pujian lagi yang harus saya ucapkan, yang jelas ini merupakan sunrise terbaik yang pernah saya lihat.

suasana ramai di puncak….dimana turis lokal??

Puas berfoto dengan sunrise, saya langsung melanjutkan mengambil foto monyet unyu yang tersebar luas di pelataran gardu pandang. Monyet-monyet ini konon datang dari Ubud, populasi mereka yang meningkat membuat mereka terpaksa hijrah ke lain tempat demi mendapatkan sesuap roti, hehe. Puluhan monyet turun dari atas gunung untuk mengantre makanan yang akan dilempar oleh pengunjung. Saking laparnya atau gimana sering terlihat si monyet berkelahi dengan anjing Kintamani demi sebutir telur rebus.

Sunrise indah Gunung Batur seperti apa sih? Let’s begin…

bintang di bawah tidak kalah menariknya dengan bintang di atas

beautiful sunrise, right?

sunrise

anjing Kintamani

anjing Kintamani

poster film “6 cm” :p

sunrise with monkey

salah satu Kaldera Gunung Batur

kapas arum manis

turun dari puncak

turun dari puncak

Note : Saat menaiki puncak hampir tidak terlihat apapun di sepanjang jalan, setelah turun dari puncak pemandangan ternyata lebih indah dengan pemandangan ‘kapas arum manis’ yang masih setia menutupi jalan. Ada satu hal yang membuat saya salut. Kawah Ijen yang pernah saya ceritakan banyak sampah kan? Tidak ada banyak sampah berceceran di Gunung Batur! ( Baca : jalan gunung bersih dari sampah). Sepanjang perjalanan turun saya masih tidak melihat turis lokal yang naik kesini. Banyaknya turis asing yang mendaki membuat gunung terlihat bersihkah? #tanyakenapa ;)


Filed under: Bali, INDONESIA Tagged: 2012, Batur, Danau Batur, geopark, Global Geopark Network, Gunung Batur, kaldera, Kaldera Batur, Kintamani, wisata Bali, wisata Indonesia

Exotism of Borobudur

$
0
0

28 November 2012,

gerbang kawasan Borobudur

gerbang kawasan Borobudur

Tak terhitung berapa kali saya menginjakkan kaki di Candi Borobudur, mulai dari acara study tour sekolah semenjak sekolah dasar, jadi guide dadakan saudara luar negeri yang tengah berlibur di Indonesia, dan acara-acara keluarga lainnya. Niatan pergi ke Borobudur seorang diri tidak pernah ada kecuali acara nonton festival Jazz tanpa bayar tiket masuk (baca: GRATISSSS) yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tanggal 28 November kemarin. Banyak jalan menuju Borobudur yang terletak di Magelang, dan saya yang ogah kena macet memilih jalan melalui kota Yogya dari Solo kemudian lanjut naik bus umum lagi menuju kawasan Borobudur, Magelang. Ada alternatif jalan lain seperti bus Solo ke Bawen diteruskan Bawen ke Magelang kemudian Magelang ke Borobudur, yang tentu saja rawan macet karena jalur Solo-Bawen banyak dilalui truk besar dan bus-bus jurusan Semarang.

Borobudur Jazz Festival

Borobudur Jazz Festival

Gerimis menyambut setibanya di Candi Borobudur, ditambah komplek candi ternyata ditutup karena kedatangan keluarga kerajaan negara Norwegia, Pangeran Hakoon dan istrinya, Putri Mette (bukan nama kacang lo…). Sekilas info, ternyata calon Raja Norwegia tersebut menikah dengan rakyat biasa yang membuat peraturan ketat istana menjadi sedikit luntur, bahkan putri pertama mereka berhak menjadi penerus tahta kerajaan tanpa memandang gender lagi. Lanjut… Akhirnya saya masuk ke area festival melalui pintu gerbang Hotel Manohara (kebetulan namanya sama dengan mantan “putri” Kelantan yang tersohor itu). Yak…dan saya yang sudah hadir pukul lima sore menjadi penonton yang datang kelewat pagi.

Syaharani yang energic

Syaharani yang energic

Sebenarnya apa sih isi Festival Jazz di Borobudur ini? Apa bedanya dengan festival Jazz berbayar lainnya? Borobudur Festival Jazz yang mengusung tema “The Harmony of Exotism” ini meletakkan panggungnya tepat di halaman dekat candi yang otomatis membuat panggung berlatarbelakang Candi Borobudur yang megah. Penyanyi yang tampil juga bukan penyanyi/grup band Jazz lokal saja, tetapi juga penyanyi Jazz yang namanya sudah tidak asing di dunia musik Jazz Indonesia. Festival Jazz dibuka oleh grup band GroovinStreet kemudian diikuti oleh grup band Jasmine yang menyanyikan beberapa lagu dari Bon Jovi seperti It’s My Life. Itu baru pemanasan… Pukul delapan malam suasana area festival makin dipenuhi penonton, apalagi penampilan band Everyday yang membuat malam semakin asyik dengan alunan ethnic Jazz yang dibawakannya. Lian Panggabean berkolabirasi dengan penyanyi solo Matthew Sayersz dan Ecky Lamoh membuat malam yang bertambah dingin semakin ramai oleh teriakan penonton dan hentakan kaki mengikuti alunan lagu. Ini baru festival Jazz, batin saya. Di Solo setiap tahunnya diadakan event festival Jazz gratis juga (Solo City Jazz), tetapi tidak seasyik di Borobudur karena dari segi tempat yang tidak mumpuni membuat Solo City Jazz susah untuk dinikmati.

romantic Jazz couple Endah n Rezha

romantic Jazz couple Endah n Rezha

Puncak dari pertunjukan ini adalah Syaharani yang sudah ditunggu-tunggu kebanyakan penonton. Masih ada penampilan duo Endah n Rezha yang ciamik, mereka mengiringi lagu dengan gitar dan bass mereka. Kabut turun dan membuat malam semakin dingin, dan ajaib…masih banyak penonton yang setia menonton sampai akhir acara. Ahh…sungguh event yang membuat telinga agak budeg #ehh tapi berkesan di hati, berkesan saat alunan lagu daerah seperti “Gambang Suling” dan “Yamko Rambe Yamko” tergiang-ngiang di telinga, maklum saya maniak musik ethnic ;) .

Note : Niat awal yang ingin hunting sunset di Candi Borobudur atau wisata kuliner Magelang gagal total karena kondisi cuaca yang extrem sepanjang hari ditambah dengan komplek candi yang ditutup gara-gara kedatangan tamu negara. Tapi event Borobodur Jazz Festival akan menjadi moment WAJIB NONTON bagi saya di tahun-tahun mendatang.

Groovinstreet panggung Festival Jazz Jasmine Kemegahan Borobudur Everyday Band Lia Panggabean and friends
Filed under: Arts Festival, INDONESIA Tagged: 2012, Borobudur, Borobudur Jazz Festival, Candi Borobudur, Central Java, Endah n Resha, GroovinStreet, Jasmine, Jazz, Jazz Festival, Magelang, Syaharani, wisata Indonesia

Wisata Air Terjun di Karanganyar

$
0
0

Karanganyar yang terletak hanya 20 km dari kota Surakarta (Solo) memiliki potensi wisata alam yang sangat indah, salah satunya adalah wisata alam air terjun. Banyak air terjun tersebar di kaki Gunung Lawu ini, mulai dari yang kecil sampai dengan yang besar aliran airnya. Bila ditelusuri dari kota Solo kurang lebih berurutan seperti ini, air terjun Jumog, air terjun Parangijo, kemudian Grojogan Sewu yang terletak di Tawangmangu.

Air Terjun JUMOG
Letak air terjun ini searah dengan jalan menuju kawasan Candi Sukuh-Cetho di Karanganyar yang kurang lebih satu jam perjalanan dari kota Solo. Bila berkendara dari Solo, setelah melewati Karangpandan arahkan kendaraan menuju gerbang masuk kawasan wisata Candi Sukuh-Cetho yang berada di kiri jalan. Dari gapura besar tersebut berjalan kurang lebih setengah jam hingga menemukan loket masuk kawasan Candi Sukuh-Cetho. Jalan menuju air terjun Jumog ada di belokan kecil sebelah kanan loket masuk, melewati sedikit turunan sampailah di kawasan Air Terjun Jumog. Tiket masuk air terjun hanya 2.000 rupiah saja. Air terjun ini sudah banyak ditumbuhi tanaman baru (bukan alami), berbeda dengan kondisi saat saya mengunjungi Jumog tujuh tahun silam yang bisa dibilang masih “perawan” dimana belum ada jalan setapak dari semen, tangga hanya terbuat dari sususan balok kayu, juga banyak berdiri gubug-gubug yang difungsikan sebagai “kamar kencan”. Namun sekarang air terjun berketinggian kurang lebih 60 meter ini sudah berbenah, jalan setapak sudah halus, tangga sudah dilapisi semen dan gubug-gubug cinta tersebut sudah digusur diganti gazebo-gazebo terbuat dari bambu yang lebih aman sebagai tempat leyeh-leyeh saja.

Air terjun Jumog

Air terjun Jumog

sungai di Jumog yang masih alami

sungai di Jumog yang masih alami

Jumog yang masih terlihat alami

Jumog yang masih terlihat alami

Grojogan Sewu
Grojogan Sewu yang mempunyai arti bahasa Indonesia Air Terjun (grojogan) Seribu (sewu) ini terletak di kecamatan Tawangmangu yang ditempuh kurang lebih satu jam dari kota Solo. Udara dingin membuat Tawangmangu menjadi tempat yang tepat untuk mengusir panas yang berkepanjangan sehingga setiap akhir pekan kawasan ini selalu dipenuhi wisatawan domestik yang kebanyakan anak-anak sekolah dan piknik keluarga. Tiket masuk tempat ini 5.000 untuk domestik dan 10.000 untuk wisatawan asing. Sepanjang jalan turun menuju air terjun banyak terlihat pepohonan hijau yang rindang, pohon cemara yang menjulang tinggi, tanaman pakis dan segerombolan kera ekor panjang. Banyak kera tinggal di lereng Gunung Lawu ini, harus extra hati-hati saat menuruni anak tangga karena mereka yang terbiasa diberi makan pengunjung tersebut tergolong agak nakal.
Grojogan Sewu memiliki ketinggian 80 meter, dua puluh meter lebih tinggi dibandingkan Jumog. Bila merasa lelah setelah menuruni ratusan anak tangga, bisa istirahat sejenak di tikar yang banyak digelar oleh warung makan sekitar air terjun. Mereka menjual berbagai macam makanan seperti nasi goreng, mie goreng, mie rebus, nasi campur, sate ayam, dan sate kelinci.
Anak tangga di Grojogan Sewu ini bisa dibilang lumayan membuat capek dan untuk sebagai tanda jasa diberikanlah papan kejutan di anak tangga terakhir bertuliskan “Selamat Anda telah Turun dan Menaiki 1.225 Anak Tangga. Semoga Tambah Sehat dan Sukses”  ;)

Grojogan Sewu wisata air terjun wajib saat singgah di Solo

Grojogan Sewu wisata air terjun wajib saat singgah di Solo

monyet unyu

monyet unyu

Grojogan Sewu yang indah

Grojogan Sewu yang indah

Note : Tak jauh dari Jumog masih terdapat air terjun Parangijo. Setelah memasuki kawasan Candi Sukuh-Cetho banyak ditemui petunjuk jalan yang jelas, jadi jangan takut tersesat. Saya tidak memiliki kesan mendalam terhadap Air Terjun Parangijo, karena air terjun tersebut hanya air terjun kecil yang dipenuhi taman buatan yang luasnya taman melebihi air terjun itu sendiri. Bagi saya air terjun Parangijo not recommended. Lebih baik gunakan waktu yang tersisa untuk mengunjungi kebun teh Kemuning, atau Candi Cetho dan Candi Sukuh. Selamat berpetualang.


Filed under: Central Java, INDONESIA, Solo Tagged: air terjun, Air Terjun Jumog, Air Terjun Parang Ijo, Grojogan Sewu, Jumog, Karanganyar, Solo, Tawangmangu, wisata air terjun Indonesia

Wisata Kuliner Pasar Gedhe – SOLO

$
0
0

Kota Surakarta atau lebih familiar dengan sebutan Solo adalah kota yang tidak menonjol wisata sejarahnya seperti kota Yogyakarta, kota yang tidak punya wisata alam seperti kabupaten Karanganyar. Meski kalah dari beberapa aspek, kuliner Solo punya cita rasa khas daerah yang membuat orang luar kota rela datang ke Solo cuma untuk wisata kuliner, setuju?
Nah…apa aja sih makanan khas yang bikin lidah bergetar saat mencicipi makanan tersebut?

Are you ready?

Nasi Liwet

Nasi Liwet

Kalau kota Yogyakarta terkenal dengan Nasi Gudheg, Solo terkenal dengan Nasi Liwet yang memiliki rasa gurih pada nasinya. Jaman dahulu banyak wisatawan suka dengan warung Nasi Liwet yang berdiri megah di Jalan Keprabon, ( maaf ) dari pengalaman saya Keprabon identik dengan lokasi kuliner wisatawan kaya raya. Cita rasa yang sudah ngawur ditambah kalkulator nge-hang membuat saya ogah mampir sana lagi meskipun ditraktir sepuluh pincuk sekalipun. Jadi dimana Nasi Liwet enak di Solo? Jawabannya ada di Pasar Gedhe, tepatnya di seberang jalan pasar, depan pasar ikan. Sejak kecil sampai dewasa ini cuma Nasi Liwet Bu Sri yang cocok dengan lidah ndeso saya.

penjual Nasi Liwet, anak perempuan (alm) Bu Sri

penjual Nasi Liwet, anak perempuan (alm) Bu Sri

Nasi liwet adalah nasi gurih dengan lauk suwiran daging ayam, ditambah telur kuning, ampas santan kental kemudian disiram dengan sambel goreng yang berwarna kemerahan. Rasa gurih nasi dicampur dengan sambel goreng yang terbuat dari irisan labu siam tidak membuat eneg, justru membuat rasanya tambah maknyuss. Tambahan telur kecap membuat rasa gurih dan manis menari-nari di lidah. Ada baiknya sambel goreng hanya ambil ampas saja tanpa kuah, karena kuah yang terlalu banyak membuat nasi liwet terlihat seperti sup dan hilanglah rasa asli liwet. Prestasi almarhum Bu Sri sudah tidak diragukan, sudah terkenal semenjak jaman orba, bahkan beliau pernah dipanggil ke istana negara oleh Pak Harto loh. Sekarang diteruskan oleh anak perempuannya yang masih mempertahankan resep asli warisan dari ibunya. Harga satu pincuk Nasi Liwet cuma 6.000 rupiah ( sudah termasuk telur kecap ). Murah kan?

_____

Dawet Telasih yang kaya gizi

Dawet Telasih yang kaya gizi

Capek jalan-jalan keliling Pasar Gedhe dan masih belum kenyang? Bisa coba mencicipi dessert asli Solo, yaitu Dawet Telasih yang sudah terkenal dan bisa dikatakan ini dawet made in Solo, kalau nggak makan ini berarti belum mampir Solo. Kios dawet ini terletak di dalam pasar, tapi jangan heran bila menemui banyak kios-kios dawet telasih bertebaran dimana-mana. Menuju lokasi kios dawet telasih yang terkenal dan bukan tiruan bisa lewat pintu samping sebelah utara pasar, masuk sedikit sampai menemukan spanduk bertuliskan Dawet Telasih Bu Dermi. Resep dawet ini merupakan warisan turun-temurun dari almarhum Bu Dermi, yang sekarang sudah dilanjutkan oleh generasi ketiganya. Rasa asli dawet ini berbeda dengan rasa dawet tiruan yang ada di sampingnya, jadi jangan salah masuk ya. :)

Dawet Bu Dermi ASLI!

Dawet Bu Dermi ASLI!

Dawet Telasih adalah cendol berwarna hijau dicampur dengan bubur ketan hitam, bubur sumsum, dan biji telasih diberi kuah santan, sedikit air gula dan es batu. Bisa ditambahkan tape ketan hijau apabila suka dengan rasa sedikit asam dari tape. Yang membedakan dawet telasih dengan dawet lainnya di Indonesia adalah kuahnya yang terdiri dari siraman kuah santan encer ditambah kuah santan kental kemudian diberi taburan biji telasih yang terasa licin di mulut. Selain memiliki banyak gizi, rasa segar dari kuah santan membuat rasa capek hilang seketika. Harga satu mangkok dawet hanya 5.000 rupiah, apabila ditambah tape ketan hijau menjadi 6.000 rupiah.

_____

Cabuk Rambak

Cabuk Rambak

Satu lagi makanan khas asli Solo yang sudah sedikit langka, si penjual kadang terlihat berjualan di pasar, kadang juga tidak nampak selama berhari-hari alias tergantung hoki berburu makanan ini. Makanan tradisional yang saya maksud adalah Cabuk Rambak. Seiring dengan selera lidah masyarakat yang lebih cinta makanan modern membuat Cabuk Rambak hilang perlahan tergerus oleh jaman.

Apa itu Cabuk Rambak? Cabuk rambak  adalah potongan ketupat yang diiris tipis-tipis disiram dengan sambal yang terbuat dari campuran biji wijen, kemiri, kelapa parut, dan daun jeruk. Penyajiannya diletakkan di lipatan daun pisang ( pincuk ) dan dilengkapi dengan karak ( sejenis kerupuk yang terbuat dari beras ). Rasa kemiri yang kuat serta harum daun jeruk membuat satu pincuk terasa kurang untuk meresapi rasa cabuk rambak ini, dengan kata lain membuat saya berkata “Lagi, lagi dan lagi…”.
Dimana bisa menemukan makanan tradisional ini? Kalau beruntung bisa ditemui di pinggir Pasar Gedhe, atau di sekitar SD Marsudirini Purbayan. Satu pincuk cabuk rambak hanya 2.000 rupiah kawan. Sayang sekali bila makanan murah dan enak ini hilang sama sekali…

to be continued…

_____

Note : Acuan dari artikel ini adalah rasa yang menurut saya masih orisinal dari suatu makanan tradisional, tanpa bermaksud menganggap tidak enak makanan serupa tak sama rasa di lain tempat. Meski banyak tersebar Nasi Liwet di pelosok kota Solo, dawet telasih yang dirasa lebih enak di lain tempat, atau cabuk rambak yang mungkin bisa ditemui di daerah Kratonan, itu semua kembali ke selera lidah masing-masing individu. Selamat berwisata kuliner :)


Filed under: Central Java, Solo, Wisata KULINER Tagged: Cabuk Rambak, Dawet Telasih, Dawet Telasih Bu Dermi, Kuliner Solo, maknyus, Nasi Liwet, Nasi Liwet Bu Sri, Surakarta, wisata Indonesia, Wisata KULINER, Wisata Solo

Wisata Kuliner Daging vs Jerohan – SOLO

$
0
0

Apabila sudah wisata kuliner di Pasar Gedhe dan masih belum menemukan jenis makanan yang cocok di lidah saat berlibur di Solo gimana ya? Tenang saja… masih ada banyak pilihan makanan tradisional dan asli Solo yang bisa anda cicipi. Wisata kuliner di Solo itu ibarat wisata kuliner dari pagi sampai subuh sampai perut kenyang dan buncit. ;)

Are you ready?

Siapa sih yang tidak ngiler saat makan daging sapi? Daging sapi itu layaknya makanan mahal yang harus diolah sedemikian rupa mahal agar harga mahal daging sapi terlihat enak, contohnya berbentuk olahan steak. Kalau sudah ada kata steak pasti sudah terbayang steak yang disajikan ala restoran barat. Untuk membedakan tipikal seperti itu, Solo mempunyai makanan olahan daging sapi mengunakan nama Selat Bestik Solo. Selat Solo yang terkenal dan betul-betul mempunyai cita rasa yang tidak ngawur menurut lidah ndeso saya ada dua tempat di Solo.

Selat Bestik Kuah Segar

Selat Bestik Kuah Segar

Selat Mbak Lis Serengan

Selat Mbak Lis Serengan

Pertama adalah Warung Selat Mbak Lis yang terletak di Jalan Serengan Gang II/42 ini mempunyai racikan selat daging sapi yang terkenal di kalangan pewisata kuliner baik dalam kota maupun luar kota. Menu favorit disini adalah Selat Bestik Kuah Segar dan Selat Galantin Kuah Saus.
Selat Bestik Kuah Segar
adalah irisan tipis daging sapi yang diberi pelengkap wortel dan buncis yang sudah direbus, kentang goreng, ditambah keripik kentang lalu disiram dengan kuah encer rebusan daging ( semur ) yang rasanya maknyuss. Daging yang empuk dan bumbu yang sudah merasuk ke dalam daging membuat rasa Selat Solo yang satu ini khas sekali. Racikan kuahnya membuat mulut tidak bisa berhenti menyeruput sampai piring kosong melompong hehe.

Selat Galantin saus Mbak Lis

Selat Galantin saus Mbak Lis

Bila tidak suka dengan kuah yang encer bisa mencoba pilihan lainnya yakni Selat Galantin Kuah Saus. Pengolahan dagingnya tidak lagi berbentuk potongan tetapi daging digiling terlebih dahulu, dicetak berbentuk lonjong dan di steam yang selanjutnya disebut galantin. Irisan daging galantin diberi pelengkap wortel, buncis rebus, kentang goreng, ditambah telur yang dicetak berbentuk bunga, terakhir disiram dengan kuah daging yang sudah dikentalkan. Hmm…Nyummy… Harga per porsi untuk Selat Bestik Kuah Segar maupun Selat Galantin Kuah Saus adalah 10.500 rupiah.

Beberapa pendatang agak kesulitan menemukan tempat ini karena tempatnya nyempil masuk gang kecil. Lokasi lebih mudah dicari bila mengarahkan kendaraan menuju Jalan Veteran, kemudian cari gang persis di seberang kantor Polisi Serengan. Masuk kurang lebih 5 meter lalu belok kanan di gang yang terdapat papan petunjuk “Warung Selat Mbak Lis”. Bila kurang jelas bisa menanyakan warga setempat. *Malu bertanya sesat di jalan*

_____

Selat Solo "Mekar Sari"

Selat Solo “Mekar Sari”

Pilihan kedua untuk menikmati Selat Solo asli ada di Rumah Makan Mekar Sari yang terletak di Jalan Dr Rajiman no 182B.
Olahan Selat Solo RM Mekar Sari ini hampir serupa dengan Selat Solo lainnya yaitu berupa irisan daging sapi yang diberi potongan wortel, buncis rebus, kentang goreng, selada, dan taburan kripik kentang kemudian disiram dengan kuah encer rebusan daging sapi. Yang membedakan adalah rasa yang disajikan lebih ke rasa “peranakan” dengan rasa kuah semur yang tidak terlalu manis tetapi tetap nendang. Ini bisa menjadi alternatif lain apabila susah menemukan Selat Solo yang lain. Untuk harga, saya belum update yang baru, tahun lalu harga sekitar 10.000 rupiah satu porsinya.

_____

Sate Kere itu sate jerohan + gembus, bukan sate orang miskin :)

Sate Kere itu sate jerohan + gembus, bukan sate orang miskin :)

Puas dengan kelezatan daging sapi, tidak ada salahnya mencicipi makanan rakyat miskin jaman dahulu kala yang sering disebut Sate Kere. Apa itu Sate Kere? Sate Kere adalah sate yang berisi jerohan ( organ dalam ) sapi seperti usus, hati, koyor ( urat sapi ) ditambah sate gembus ( tempe yang dibuat dari ampas kedelai tahu ). Jangan merasa jijik dulu membayangkan rasa amis jerohan… Sebelum dibakar diatas tungku api, jerohan sudah direbus matang terlebih dahulu. Tidak ada rasa amis dari jerohan saat saya memasukkan potongan sate ke dalam mulut. Empuk tidak ulet ditambah tempe gembus yang lezat membuat otak lupa sejenak bahwa yang saya makan ini adalah jerohan.

gerobak Sate Kere(Sapi) Mbak Tug

gerobak Sate Kere(Sapi) Mbak Tug

Siraman saus kacang yang pedas membuat Sate Kere ini lebih mantap dimakan siang hari, biar rasa pedas membuat nafas tambah megap-megap kepanasan :-D . Banyak Sate Kere yang tersebar di kota Solo, tapi lidah ndeso saya lebih cocok dengan Sate Kere yang dijual oleh Mbak Tug di Jalan Arifin ( depan RM Nini Towong ) yang punya cita rasa tidak ngawur. Harganya sekitar 15.000 untuk satu porsi (12 tusuk+lontong) tergantung pilihan satenya. Sate ini tidak banyak dijual di kota besar loh…jadi manfaatkan waktu untuk berburu makanan khas ini saat menyambangi kota Solo, kawan.

_____

Nasi Tengkleng terkenal di Pasar Klewer

Nasi Tengkleng legendaris Pasar Klewer

Mendengar kata Tengkleng pasti tertuju pada Tengkleng Bu Edi yang legendaris di Pasar Klewer. Saya awal mulanya tidak mengerti apa itu tengkleng, hanya pernah makan masakan dari daging kambing lain seperti sate kambing, gule, dan buntel kambing. Saya baru mencoba tengkleng dua hari lalu di legenda nya langsung, yaitu di depan gapura Pasar Klewer. Tengkleng ternyata sebuah sup yang berisi rebusan jerohan kambing seperti babat, usus, koyor, kikil, dan tulang iga #masihceritajerohan.

Tengkleng Bu Edi

Tengkleng Bu Edi

Kesan pertama makan tengkleng hanya bisa melongo melihat pincuk nasi yang diguyur kuah berwarna kuning dengan tumpukan balungan ( tulang ) kambing disertai satu tusuk jerohan. Coba memberanikan mengigit babat di tusukan sate, menyeruput sedikit kuah tengkleng hmm… Mak nyuss banget rasanya… Jerohan yang dijadikan satu tusuk tadi empuk semua, tidak kenyal dan tidak amis kemudian kuahnya wuihh ini top markotop #gayabicara ala PakBondan. Kuah kuningnya betul-betul terasa sedap, rasa amis jerohannya sudah hilang entah kemana. Tak banyak kata-kata lagi, Tengkleng Bu Edi ini wajib wajib banget untuk dicicipi.
Jam buka warung ini mulai dari jam satu siang sampai persediaan tengkleng habis dan per porsi Nasi Tengkleng harganya 15.000 rupiah.

to be continued…

_____

Note : Acuan dari artikel ini adalah rasa yang menurut saya masih orisinal dari suatu makanan tradisional, tanpa bermaksud menganggap tidak enak makanan serupa tak sama rasa di lain tempat. Kata “cita rasa ngawur” saya tegaskan berulang-ulang karena banyak penjual makanan yang sudah meninggalkan rasa asli suatu makanan daerah dan beralih ke hal lain. Namun semuanya kembali ke selera lidah masing-masing individu. Selamat berwisata kuliner :)


Filed under: Central Java, INDONESIA, Solo, Wisata KULINER Tagged: Kuliner Solo, Pasar Klewer, Rumah Makan Mekar Sari, Sate Kere, Sate Sapi, Selat Bestik Kuah, Selat Galantin Saus, Selat Mbak Lis, Selat Solo, Surakarta, Tengkleng, Tengkleng Bu Edi, wisata Indonesia, Wisata KULINER, Wisata Solo

Hate n Love JAKARTA – part 1

$
0
0

Kota metropolit yang selalu macet setiap hari…
Kota metropolit yang selalu penuh dengan asap kendaraan yang menyesakkan nafas…
Kota metropolit yang di saat musim penghujan selalu diberitakan banjir…
Kota metropolit dimana banyak orang dari kota kecil mengadu nasib disana…
Kota metropolit yang memiliki banyak pengganguran dan kriminalitas…
Itulah beberapa alasan Why I Hate Jakarta so much!

Setiap kali berlibur ke Jakarta, bukan liburan relax yang saya rasakan saat disana termasuk saat berlibur ke Pulau Seribu awal tahun 2012 kemarin. Saya mendapat info dari seorang teman yang tinggal di Jakarta bahwa ada travel agent online yang menyediakan one day tour ke Kepulauan Seribu. Bunyi iklannya seperti ini : ”Nikmati pasir putih, gugusan pohon kelapa di tepi pantai, terumbu karang beraneka warna, berbagai jenis ikan warna-warni, sinar matahari yang cerah dan langit yang biru! Kini Anda dapat menikmatinya dengan mengambil paket wisata satu hari ke tujuh pulau di Kepulauan Seribu (Pulau Onrust, Pulau Kelor, Pulau Pramuka, Pulau Tidung, Pulau Air, Pulau Payung, dan Pulau Pari) hanya Rp 385.000 (Harga Asli: Rp 1.690.000; Diskon 77%)”.
Segera saya iyakan tawaran tersebut karena penasaran banget seperti apa keindahan kepulauan yang terletak di laut utara kota Jakarta tersebut, apalagi beberapa bulan sebelum ke Jakarta saya sudah melihat keindahan Kepulauan KarimunJawa ( October 2011 ) yang terletak di laut utara Jepara. Bayangan saya, dua kepulauan ini terletak di laut utara Jawa pasti memiliki keindahan yang serupa…

masih tersenyum di Pulau Onrust

masih tersenyum di Pulau Onrust

Lemas…itu yang saya rasakan saat menginjakkan kaki di pulau pertama, Pulau Onrust. Awan mendung membuat hati saya ikutan mendung, sedih banget melihat bibir pantai penuh sampah rumah tangga dimana-mana yang membuat air laut ( maaf ) berbau bukan air laut lagi. ‘Ah, sudah jangan berpikiran buruk, mungkin di pulau berikutnya lebih bersih.’ batin saya dalam hati sembari berjalan memutari Pulau Onrust. Setelah selesai berkeliling, kami melanjutkan perjalanan ke pulau kedua, tour leader tiba-tiba memberitahukan bahwa kami tidak bisa ke Pulau Kelor dengan alasan air laut sedang pasang dan cuaca mendung sehingga speed boat harus berangkat menuju Pulau Tidung terlebih dahulu. Kami hanya manggut-manggut karena sebagian besar peserta tour, ini merupakan pengalaman pertama berlibur ke kepulauan Seribu, termasuk saya.

penampakan Pulau Kelor dari Pulau Onrust

penampakan Pulau Kelor dari Pulau Onrust

bekas barak karantina haji di Pulau Onrust

bekas barak karantina haji di Pulau Onrust yang bikin “merinding”

timbunan sampah di Pulau Onrust

timbunan sampah di Pulau Onrust

Setibanya di Pulau Tidung Besar, rombongan sudah bercerita asyiknya liburan di Pulau Tidung karena punya pantai yang bersih dan pemandangannya lumayan indah dibanding pulau lain. Dari cerita sepenggal itu memang kondisi Pulau Tidung ini terlihat ramai oleh wisatawan lokal, dermaga sudah dipenuhi orang menunggu jemputan kapal untuk kembali ke Jakarta begitupun sebaliknya, banyak orang turun dari kapal untuk singgah di Pulau Tidung. Wajah mereka terlihat tersenyum gembira, meski di depan dermaga ada bangunan untuk berteduh yang atapnya nyaris roboh. Jadi ikutan gembira melihat senyum mereka, dan melangkahkan kaki dengan semangat melewati jalan setapak yang sempit, dipenuhi lalu lalang orang mengendarai sepeda, sepanjang jalan dibangun homestay di sebelah kanan kiri jalan setapak #telenludah. Ini pulau atau tempat pengungsian ya?
Sepuluh menit kemudian sampailah saya di Jembatan Cinta yang tersohor dan sering diberitakan oleh stasiun televisi. Jembatan Cinta merupakan jembatan kayu yang menghubungkan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Di bawah jembatan banyak terdapat karang-karang kecil tapi kondisi mereka nyaris mati, berbeda dengan pemandangan saat saya berlibur di KarimunJawa…
“Ini aman dilewatin gak ya? Kalau tiba-tiba roboh gimana?” kata teman saya saat melihat jembatan yang rusak di tengah jalan.
“Coba melipir pelan aja mbak, biar nggak nyemplung ke laut” kata saya dengan santai sambil mbatin “Ironis sekali bahwa pulau kecil ramai turis ini infrastukturnya parah banget”.
Sesampainya di Pulau Tidung Kecil saya dan seorang teman masuk ke tengah pulau untuk melihat pantai yang katanya bersih dan nyaman buat berenang. Setelah melihat pantainya *hening… Ampun deh… Nyerah saya…. kami berdua langsung ngacir balik ke Pulau Tidung Besar.

jembatan CINTA

jembatan CINTA

5 menit kemudian...jembatan RUSAK

5 menit kemudian…jembatan RUSAK

canda tawa anak-anak Pulau Tidung Kecil

canda tawa anak-anak di pantai Pulau Tidung Kecil

warna biru tosca perairan Pulau Air

warna biru tosca perairan Pulau Air

Pulau berikutnya adalah Pulau Air, tapi sayang kami hanya melewatinya saja. Pulau Air menjadi pulau yang saat itu mengalahkan pamor Pulau Tidung. Pulau ini memiliki air yang berwarna biru tosca, yang terlihat jernih seakan enak kalo nyemplung disini. Saat peserta lain mengutarakan niat nyemplung disini, tour leader bukannya mengiyakan tetapi malah minta pengemudi speed boat melaju kencang menuju spot snorkeling yang terletak tidak jauh dari Pulau Air. Loh? Kok aneh ya? Langsung pikiran saya berkonotasi buruk, jangan-jangan warna biru air di pulau ini gara-gara pencemaran air, jangan-jangan air disini kena limbah suatu pabrik pewarna textil makanya tidak ada satu ekor ikan yang nampak. Hanya tour leader yang tahu…

Pemandangan Pulau Air

Pemandangan Pulau Air

Pulau Air yang misterius

Pulau Air yang misterius

penangkaran tukik Pulau Pramuka

penangkaran tukik Pulau Pramuka

Selesai bersnorkeling kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Pramuka yang mendapat sebutan PRAMUKA CYBER ISLAND. Hanya Pulau Pramuka lah satu-satunya pulau di kepulauan Seribu yang memiliki fasilitas internet di kantor-kantor pemerintahan sehingga mendapat sebutan demikian. Pulau ini memiliki penangkaran tukik yang lumayan banyak, dari yang masih bayi sampai dewasa. Tidak banyak yang menarik disini, karena pulau ini bukan tempat yang tepat untuk berleyeh-leyeh duduk di pinggir pantai apalagi berenang. Pesisir pantai dipenuhi oleh tanaman bakau yang baru dikembangkan oleh Departemen Kehutanan dan Perkebunan dengan dibantu oleh beberapa komunitas pecinta alam.

"mangrove" Pulau Pramuka

“mangrove” Pulau Pramuka

Hari semakin sore dan speed boat bergegas menuju Pulau Payung untuk mengejar moment matahari terbenam. Pulau Payung memiliki homestay dan beberapa warung makan, namun kondisi pulau ini masih sepi dibandingkan Pulau Tidung. Sunset menutup hari “indah” keliling kepulauan Seribu dan saya tidak akan melupakan kenangan ini *hening.

sunset Pulau Payung

sunset Pulau Payung

to be continued…

Note : Jakarta memang merupakan kota besar yang mumpuni untuk mencari nafkah lebih besar dibanding kota lain yang ada di Indonesia, mau cari karir ada disini, tapi ( maaf ) tidak untuk mencari ketentraman. Andai orang Jakarta bisa meluangkan waktu sedikit untuk melihat wisata alam di luar Jakarta, andai mereka tidak terhimpit oleh nafsu mencari uang lebih banyak, andai…andai…andai…
Artikel ini bukan bermaksud menjelek-jelekan Kepulauan Seribu, hanya ingin membuat pihak berwajib lebih melek terhadap kelestarian Taman Nasional ini. So what are you waiting for? Let’s make those islands clean!


Filed under: INDONESIA, Jakarta Tagged: Jakarta, Jembatan Cinta, Kepulauan Seribu, pantai, Pulau Air, Pulau Payung, Pulau Pramuka, Pulau Seribu, Pulau Tidung, wisata Indonesia

18.00 – Bangkok “COLOUR Up Your Life”

$
0
0
18.00 Ratchadamnoen Klang Road - Democracy Monument - Bangkok

18.00 Ratchadamnoen Klang Road – Democracy Monument – Bangkok

Kota Bangkok masih menyisakan kenangan indah bagi saya, kota yang dijuluki “City of Angel” berhasil membuat saya terpesona setahun yang lalu dan berjanji akan kembali ke sana lagi untuk lebih meng-explore semua sudut kota. Ada kenangan sedikit unik saat di Bangkok, salah satunya terjebak macet. Jam tangan menunjukkan pukul 18.00 dan bus yang saya naiki dari MBK tiba-tiba berhenti 15 menit lamanya tepat di Ratchadamnoen Klang Road arah menuju Khaosand Road tempat saya menginap. Anehnya bus dan mobil lain yang berhenti di sepanjang jalan sama sekali tidak membunyikan klakson pertanda “marah”, malah mereka terlihat santai menunggu, tanpa suara sama sekali seolah-olah Bangkok menjadi kota mati sejenak. Terdengar alunan lagu “Long Live The King” dari kejauhan. Lagu tersebut mengalun dari speaker-speaker yang ada di tiap rambu lalu lintas. Ya, lagu ini merupakan simbol penghormatan rakyat Thailand terhadap Raja Bhumibol Adulyadej (Rama IX) yang dinyanyikan tiap pukul 18.00 setiap harinya.

Pengalaman serupa juga saya temui saat menyaksikan film di salah satu gedung bioskop di Bangkok sehari sebelum kejadian diatas. Saat film akan dimulai mendadak semua penonton berdiri semua, saya yang pasang muka bingung juga akhirnya ikut berdiri padahal tidak tahu kenapa harus berdiri. Layar bioskop muncul film biografi singkat sepanjang 2 menit yang menayangkan kisah perjalanan hidup dan perjuangan King Rama IX, saat lagu “Long Live The King” dialunkan, para penonton harus berdiam diri, tidak boleh berbicara, menyaksikan film sebagai tanda penghormatan terhadap sang Raja. Rakyat Thailand sangat menghormati Raja mereka, setiap ruangan di rumah tinggal, kantor pemerintahan pasti terdapat foto King Rama IX yang dibingkai rapi dan terawat.
Kita sebagai pendatang suatu daerah juga harus ikut menghormati budaya setempat sebagai tanda bahwa kita peduli akan budaya suatu bangsa.:-D

Gambar ini sebagai wujud partisipasi Turnamen Foto Perjalanan : COLOUR up your life


Filed under: THAILAND Tagged: 2011, Bangkok, taxi warna warni, traffic jam Bangkok

Love n Hate JAKARTA – part 2

$
0
0

Kota metropolit yang punya banyak bangunan peninggalan Belanda…
Kota metropolit yang punya banyak museum bertebaran dimana-mana…
Kota metropolit yang punya Tahu Genjrot…
Kota metropolit yang membuat saya terpesona akan aktifitas nelayan di Sunda Kelapa…
Itulah beberapa alasan Why I Love Jakarta!

Meski di artikel Kepulauan Seribu saya menceritakan betapa kotor, tidak menariknya pulau-pulau disana, namun saat melipir ke Kota Tua dan Sunda Kelapa saya menemukan oase yang menyejukkan mata. Terdengar aneh ya? Maklum…saya pecinta bangunan kuno sehingga merasa bahagia bila menemukan bangunan bersejarah. Saya juga baru tahu kalau setiap hari Senin semua museum tutup semua dan mulai beroperasi hari Selasa sampai Minggu dan hari libur.

Dari penataan museum di Kota Tua, saya paling suka dengan Museum Wayang yang memiliki koleksi banyak wayang dari negeri kita sendiri sampai dengan wayang-wayang dari luar negeri. Kalau faktor spooky nya saya paling jatuh cinta dengan Museum Bahari yang punya koleksi semua hal yang berbau kelautan dan pelayaran di bangunan kuno nan bikin merinding *brrr… Museum Fatahillah tergolong unik dengan koleksi perabot antik peninggalan Gubernur jaman kolonial Belanda yang masih terawat dan TIDAK BOLEH DIFOTO. Dengan dasar apa saya masih tidak paham kenapa furniture kuno tersebut tidak boleh difoto padahal CCTV yang terpasang di lantai dua museum sudah rusak dan tidak berfungsi sama sekali, jadi…siapa yang akan memarahi kita kalau ambil gambar disana? ;-)

Sunda Kelapa menjadi penutup yang indah setelah selesai mengelilingi kawasan Kota Tua. Saat itu saya nekad berjalan kaki dari kawasan Museum Fatahillah dan ternyata tidak terlalu jauh juga, hanya setengah jam jalan kaki :) . Bila tidak ingin berkeringkat di tengah teriknya Jakarta, bisa menyewa sepeda onthel yang disewakan seharga 25.000 perjam nya.

Masih banyak bangunan kuno yang terlewatkan saat mengunjungi kawasan Kota Tua, masih melewatkan Museum Bank Indonesia, Museum Mandiri, dan belum merasakan kuliner khas Betawi seperti kerak telor, dan selendang mayang. Namun masih ada cukup waktu untuk kembali kesana. I Love You Kota Tua <3

penampakan Museum Mandiri Museum Bank Indonesia I am Number 5 old...ancient...ancur... Sunda Kelapa finished his job hey, what are you doing? jajaran kapal nelayan Resto Cafe?!?! Galangan VoC lantai atas Menara Syahbandar slumdog Museum Wayang salah satu koleksi wayang di Museum Wayang Tahu Genjrot spooky Museum Museum Maritim yang bikin merinding (lagi) Museum Bahari sepeda Onthel red building penampakan Museum Fatahillah atau Museum Sejarah Jakarta Hermes di Museum Fatahillah Es Potong ^^ Mobil toea di Kota Toea Stasiun Kota just a man...

 


Filed under: INDONESIA, Jakarta Tagged: Batavia, Galangan VOC, Kota Tua, Museum Bahari, Museum Fatahillah, Museum Wayang, Sunda Kelapa, Tahu Genjrot, wisata Indonesia

Rainy and Lonely BALI – LOMBOK Journey

$
0
0

Berawal dari tiket obral Mandala Airlines yang sekarang sudah join dengan perusahaan pesawat Singapore, Tiger Airways punya promo gila buat rute SUB-DPS return tiket seharga 60.200 rupiah!! Perjalanan yang tak terencana, kurang observasi tujuan wisata, spontanitas, but it called The Journey….

10 December 2012,
Pagi pukul 06.00 saya segera berangkat menggunakan bus M*RA jurusan Solo ke Surabaya, lama perjalanan Solo menuju ke Surabaya kurang lebih 6 jam untuk melanjutkan perjalanan dengan pesawat pukul 15.00. Di tengah perjalanan, tiba-tiba pak supir menyalakan siaran berita di televisi yang ada di dalam bus, dan eng ing eng…disiarkan bahwa bus M*RA mengalami kecelakaan tadi siang menabrak mobil, dan kondisi pengemudi mobil luka parah. Mendadak seisi bus heboh ngegossip bahwa kemarin sore bus M*RA juga salto udara dan terperosok di ladang sawah di daerah Trowulan-Mojokerto yang kebetulan baru saya lewati 1 jam yang lalu *telen ludah*.

Airbus320 Mandala

Airbus320 Mandala

Mandala Airlines yang sudah diambil alih oleh perusahaan Tiger Airways punya service yang nggak semurah harga pesawatnya, hampir imbang dengan service AirAsia dengan kondisi pesawat tipe Airbus 320 yang masih baru dan bersih untuk rute SUB-DPS yang saya gunakan. Pukul 16.50 WITA pesawat mendarat di Bandara Ngurah Rai yang terlihat sama seperti kondisi delapan bulan sebelumnya, masih semrawut dan tidak rapi akibat renovasi bangunan bandara baru. Untuk menuju tempat penginapan di daerah Poppies Lane, saya memutuskan untuk berjalan kaki dari airport, hanya 45 menit saja kawans. Serius…

badan pesawat bertuliskan Mandala, ekor pesawat motif TigerAirways

badan pesawat bertuliskan Mandala, ekor pesawat motif TigerAirways

clear sky

clear sky

bandara Ngurah Rai yang masih berbenah

bandara Ngurah Rai yang masih berbenah

Selesai cek in di Losmen Arthawan yang terletak di Gang Poppies Lane Dua ( 60.000/malam, double bed, fan, include breakfast ). Losmen Arthawan ini merupakan penginapan favorit para backpacker lokal maupun mancanegara dikarenakan kualitas dan fasilitas Arthawan yang hampir sama dengan guesthouse lain dan tentunya memiliki harga kamar paling murah se-Poppies Lane. Selesai dengan urusan penginapan, saya segera mencari rental sepeda motor untuk digunakan keliling Bali keesokan harinya dan mencari tahu info tentang transportasi umum dari Kuta ke Padangbay. Pulau Bali masih belum mempunyai moda transportasi yang mumpuni untuk bepergian dari satu kota ke kota yang lain, mau tidak mau harus naik travel, taxi atau sewa mobil / sepeda motor.

sunset Pantai Kuta

sunset Pantai Kuta

11 December 2012,
Cerah sekali langit pagi itu…dan langsung tancap gas menuju kawasan Tampak Siring yang sudah masuk dalam planning. Perjalanan dari Kuta menuju Tampak Siring kurang lebih 2,5 jam melewati Sanur…dan Prittttt…Prittttt… Razia kendaraan bermotor menghentikan laju sepeda motor sewaan saya. “ID Card and Drive License please…”  kata pak polisi, “Erg..saya orang Indonesia, pak…dari Jawa”, “Oalah…mana SIM dan STNK kamu?”. Segera saya sodorkan SIM yang untungnya masih berlaku dan STNK dari rental yang terselip di dalam jok sepeda motor berbentuk fotokopian. Glek…. Hasil ketidakjelian waktu menyewa motor memaksa saya melakukan tindakan menyogok 20.000 ke polisi korup yang memaksa saya bayar dia atau ikut sidang ( turis yang berlibur dua hari masa disuruh sidang? sebenarnya kata “SIDANG” hanya gertakan para polisi korup, itu cuma #kode supaya dikasih sogokan ) :( Maaf KPK….
Banyak turis asing yang sepertinya mengalami nasib serupa ( mendapat STNK fotokopian dari rental ), mereka terlihat sangat bingung dan takut akibat ulah para polisi korup. Jadi hikmahnya, saat menyewa sepeda motor di Bali harus dipastikan terlebih dahulu keaslian dan masa berlaku STNK.

sawah di area Gunung Kawi Temple

sawah di area Gunung Kawi Temple

Sedikit badmood namun tetap melaju ke Gunung Kawi Temple. Selesai dari candi Gunung Kawi, terlihat awan yang sangat mendung, rencana melipir ke Tirta Empul terpaksa saya batalkan dan betul saja…di tengah perjalanan kembali ke Kuta, jalan raya yang semula kering diguyur air hujan yang tidak tanggung-tanggung lagi derasnya. Berteduh berjam-jam sampai akhirnya sore hari tiba di Kuta.

PERAMA Tour Jalan Legian

PERAMA Tour Jalan Legian

Cuaca cerah di pagi hari hanya bentuk tipuan cuaca extreme akhir tahun di Bali dimana siang sampai malam hari pasti hujan deras. Tidak bisa beranjak jauh dari Kuta area, saya masuk ke salah satu mal baru di Kuta yaitu BEACH WALK. Konsep mall ini modern, unik, dan bergaya pantai banget, lebih bagus banggeeettt daripada Discovery Plaza yang sudah terlihat monoton. Bali mulai berbenah, bukan lagi pulau eksotis yang punya banyak pantai saja, melainkan pulau semrawut yang punya banyak bangunan. Semakin miris bila dibandingkan dengan pulau serupa di luar negeri seperti halnya Pulau Phuket, Thailand yang lebih teratur dalam penataan kotanya ( setelah tsunami ). Okay, lupakan tata kota…kembali ke journey… Setelah banding-banding harga travel ke Padang Bay, ternyata semua travel agent kecil memiliki harga transportasi yang ngawur. Bukan bermaksud promosi, namun PERAMA TOUR yang terletak di Jalan Legian memiliki harga transportasi antar kota yang lebih murah dan aman. Bisa cek di website shuttle bus Perama Tour.

Beach Walk Kuta

Beach Walk Kuta

12 December 2012,
Sesuai jadwal penjemputan bus, saya dan penumpang lain sudah siap di depan kantor Perama Tour pukul 06.00 untuk menuju Padang Bay ( harga bus 60.000 satu kali jalan ). Tiba di Padang Bay pukul 08.20 dan saya langsung bergegas menuju loket penumpang ferry untuk membeli tiket ferry yang berangkat jam 09.00 dari Padang Bay menuju pelabuhan Lembar, Lombok ( harga tiket 36.000 ).
Jadwal ferry Bali ke Lombok ada setiap jam, jadi jangan khawatir menunggu terlalu lama. Perjalanan menyeberangi Selat Lombok ditempuh kurang lebih 4 jam dengan kondisi cuaca yang sedang bagus. Ini merupakan perjalanan kedua saya menyeberangi Selat Lombok, perjalanan pertama saat overland Flores-Sumbawa-Lombok-Bali tiga tahun silam.

ferry dari PadangBay menuju Lembar

ferry dari PadangBay menuju Lembar

Tiba di pelabuhan Lembar banyak terdapat mobil angkutan semacam travel yang menawarkan jasa antar menuju kota Mataram atau Senggigi, jadi tinggal pilih mau menginap dimana. Saya memilih kota Mataram karena rencana spontan yang berkata ingin menjelajah pantai selatan Lombok terlebih dahulu. Mobil travel membawa saya menuju Mataram Mall yang ditempuh kurang lebih satu jam ( ongkos travel 20.000 ). Mataram Mall merupakan pusat keramaian yang terletak di Jalan Selaparang, Cakranegara. Kawasan ini memiliki banyak fasilitas penginapan mulai dari hotel bintang sampai losmen kelas melati.

penampakan Hotel Srikandi

penampakan Hotel Srikandi

Kurangnya observasi membuat saya nyaris tersesat di Selaparang… Hanya bermodalkan alamat hotel murah yang saya dapatkan dari catatan perjalanan salah satu blogger, membuat saya lupa akan fungsi GPS yang ada di handphone. Malu bertanya akhirnya tersesat juga…itu yang saya alami. Hotel yang saya maksud ada di Jalan Gelatik yang seharusnya terletak tidak terlalu jauh dari mall, namun setelah jalan sejauh 3 km dari Mataram Mall belum menemukan nama jalan tersebut. Melewati komplek pertokoan, pasar, sampai jalan raya terlihat sepi kendaraan. Hosh…hosh… Bertanya sana-sini dan pasang wajah tanpa malu, akhirnya kembali ke jalan pasar yang saya lewati dan…tak jauh dari situlah jalan yang saya maksud berada. Ampun deh… Hotel Internasional di jalan Gelatik yang saya incar ternyata fully booked, dan berjalan tak jauh dari situ malah menemukan hotel melati yang jauh lebih bersih daripada hotel pertama dengan selisih harga tidak jauh berbeda. Hotel Srikandi ( Jl.Kebudayaan no 2, telp : 0370-626555/632747 ) menjadi tempat singgah saya selama di Mataram, dengan harga 60.000 memiliki twin bed, fan dan termasuk breakfast. Sesaat tersadar, andai ada travelmate yang bisa diajak share room, share kendaraan bermotor alangkah lebih murahnya ongkos perjalanan selama ini #curcol.

pelabuhan Lembar, Lombok

pelabuhan Lembar, Lombok

13 December 2012,
Mendapatkan rental motor di Mataram agak susah, selain tidak banyak terdapat tempat rental seperti di Bali, juga karena turis lokal tidak mudah dipercaya untuk menyewa sepeda motor karena banyaknya kasus pencurian sepeda motor di Lombok oleh turis lokal gadungan. Untungnya saya mendapat sepeda motor sewaan ( 50.000 sehari ) lewat kenalan staff Hotel Srikandi, sehingga hari kedua di Lombok langsung tancap gas, pasang helm, cek SIM dan STNK langsung meluncur ke pantai selatan.
Sepanjang jalan menuju Lombok Selatan membuat saya berdecak kagum atas kepatuhan masyarakat Lombok yang sangat TIDAK mematuhi peraturan lalu lintas, hehe… Lampu bangjo yang rusak semua, pengendara motor yang tidak menggunakan helm, pos polisi yang tidak berpenghuni, dan…nyaris tidak ada bunyi klakson. Wow! Menurut saya kondisi lalu lintas seperti ini malah bagus sekali, asal masyarakat selalu sabar hati dalam mengemudi pasti lalu lintas aman dari segala macam kecelakaan, dan hikmahnya polisi tidak mungkin bisa melakukan aksi korup karena budaya Lombok yang sudah dari sononya seperti ini. Good Job!

Lombok selatan memiliki Pantai Kute dan Tanjung Aan yang saya singgahi, di hari yang sama saya langsung meluncur ke Pantai Senggigi yang merupakan pusat berkumpulnya turis mancanegara di Lombok. Niat menuju Gili Trawangan saya batalkan karena kondisi cuaca yang masih extreme, dan akhirnya pindah halauan melipir ke Pantai Nipah, Bukit Malimbu, Pantai Klui ( cerita pantai-pantai di Lombok akan saya ceritakan satu-persatu di artikel berikutnya ). :)

14 December 2012,
Hujan deras hari itu membuat saya memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan keliling Lombok. Cek out dari hotel saya langsung berjalan menuju Toko Tiara ( Jl.Aa Gedhe Ngurah ) yang terletak tidak jauh dari hotel untuk naik angkutan umum menuju pelabuhan Lembar. Harga yang dikenakan sama seperti harga dari pelabuhan Lembar menuju Mataram, yaitu 20.000 rupiah saja. Memang waktu untuk explore Lombok sangat cepat sekali…dalam hati hanya bisa berkata: “Lombok, tunggu kedatangan saya di musim kemarau yah, musim penghujan cuma bisa melihatmu sebentar saja.”  :(

ferry Shindu

ferry Shindu

Pukul 12.00 ferry menuju pelabuhan Padang Bay berangkat dan kembali mengarungi Selat Lombok selama 4 jam. Ferry yang saya naiki kali ini serasa seperti naik pesawat terbang, berbanding terbalik dengan kondisi ferry sebelumnya. Ferry milik perusahaan SINDHU ini memiliki kursi empuk layaknya gedung bioskop 21cineplex, pintu geser ruangan yang memakai sensor, toilet yang selalu bersih dan berkelas ( kran wastafel dan urinoir-nya pakai sensor ). Tempat duduk yang disediakan di dalam ruangan ber-AC terdapat kurang lebih 70 kursi empuk ditambah sofa panjang yang lumayan banyak, sedangkan di luar ruangan terdapat bangku dilengkapi meja untuk nyeruput kopi sambil menikmati pemandangan Gunung Rinjani dan Gunung Agung. Wuih…ternyata lain perusahaan ferry, lain servicenya. Andai semua perusahaan ferry menyediakan fasilitas seperti ini pasti para wisatawan akan betah lama disini.

view Gunung Agung dari ferry

view Gunung Agung dari ferry

family vacation? Maybe...

family vacation? Maybe…

penampakan lumba-lumba di Selat Lombok

penampakan lumba-lumba di Selat Lombok

Tiba di Padang Bay pukul 16.00 dan susah sekali mencari bus menuju kota lain di Bali, adapun tawaran mobil travel yang mematok harga bule. Cuaca yang extreme menjadi alasan saya bergegas pulang via darat tanpa menghiraukan tiket pesawat kembali Surabaya yang seharusnya tertera sampai tanggal sekian sekian ( tanggal dirahasiakan hehe ). Akhirnya terpaksa menyewa jasa ojek yang membawa saya ke terminal Ubung ( 30.000 rupiah ). Sesampainya di terminal Ubung, saya segera naik bus Buana Raya yang akan membawa saya menuju Gilimanuk ( harga tiket bus 30.000 ). Memasuki daerah Tabanan jalan raya yang semula lancar menjadi macet total tidak bergerak sama sekali. Jarak yang seharusnya bisa ditempuh bus dari Ubung ke Gilimanuk selama 4 jam menjadi sepuluh jam. Parahnya lagi tidak terlihat sama sekali polisi yang mengatur lalu lintas kacau tersebut! What $#%^&##%!?!?
Pulau Dewata seperti yang saya katakan diawal, sudah bukan menjadi destinasi wisata lagi namun menjadi destinasi bisnis yang semakin tidak tertata dan amburadul akibat lonjakan manusia yang kapasitasnya melebihi ruang. Macet yang saya alami ini berkat kecelakaan beruntun di jalanan berkelok-kelok dan sangat sempit di Tabanan. Truk besar yang lalu lalang membuat jalan sempit menjadi lebih sempit sehingga tidak heran sering terjadi kecelakaan disini. Berjalan 1 meter, macet satu jam, berjalan 2 meter, macet dua jam, dan seterusnya. Berangkat pukul 18.00 dari terminal Ubung dan…sampailah di Gilimanuk pukul 04.00 keesokan hari. Arggggghhhhh…….

pelabuhan Padang Bay

pelabuhan Padang Bay

15 December 2012,
Badan lemas karena tidak sempat makan malam membuat saya hanya berjalan pelan menuju pelabuhan dan membeli tiket 6.000 rupiah untuk menyeberangi Selat Bali menuju Banyuwangi. Tiba di pelabuhan Ketapang saya segera bergegas menuju Stasiun Ketapang Baru yang terletak di seberang pelabuhan untuk membeli tiket Sri Tanjung yang akan membawa saya kembali ke Solo. Loket dibuka pukul 05.00 pagi untuk keberangkatan Sri Tanjung pukul enam pagi dengan harga tiket 35.000 rupiah.

Legaa….akhirnya perjalanan sudah selesai, batin saya. Ternyata alam berkata lain, kereta api Sri Tanjung yang saya naiki tidak sengaja menabrak orang dan dengan sangat terpaksa jadwal kereta delay satu jam gara-gara sang masinis mengurus korban meninggal dan mengecek apakah ada kerusakan di mesin akibat tabrakan tadi serta mencari bagian tubuh yang mungkin masih nyangkut. Hiiii…….

kereta api Sri Tanjung

kereta api Sri Tanjung

Terminal Solo Jebres yang masih diguyur hujan menutup journey mawut saya, perjalanan kapal dari pelabuhan Lembar-Padang Bay 4  jam, bus dari terminal Ubung-Gilimanuk 10 jam, kapal dari Gilimanuk-Ketapang 45 menit, dan kereta api dari Banyuwangi-Solo 13 jam…  Capek? Pastilah… Happy? Bangett…
My Journey like a wheel, sometime it stop, sometime it spin… I don’t know when my lucky comes and when the bad things come. Yeah..it called the Journey

“Dunia itu seluas langkah kaki.
Jelajahilah dan jangan pernah takut melangkah.
Hanya dengan itu kita bisa mengerti kehidupan dan menyatu dengannya”
by SOE HOK GIE ( 17 Dec 1942 – 16 Dec 1969 )

******

 


Filed under: Bali, INDONESIA, Lombok, Nusa Tenggara Barat Tagged: 2012, adventure, Bali, Banyuwangi, bus Buana Raya, catatan perjalanan, catper, Lombok, Mandala Airlines, Mataram, Pantai Aan, Pantai Kute, Pantai Nipah, Pantai Senggigi, pelabuhan Gilimanuk, pelabuhan Lembar, Selaparang, Sri Tanjung, terminal Ubung

Phi Phi Islands – Phuket

$
0
0
Pernah terbesit di benak pikiran mencari harga termurah dengan cara yang sangat kere namun bisa sampai mana-mana saat travelling di negeri orang, namun niat tersebut saya urungkan karena saya cuma berlibur di negeri orang, tidak mau membuang banyak waktu, dan saya bukan salah satu author buku Lonely Planet #senyum. Phi-Phi Islands menjadi tempat idaman bagi traveller maupun … Continue reading »

Weekly Photo Challenge : My 2012 in Pictures

$
0
0
Twelve pictures of my best journey in 2012, unforgettable moments, sometimes got a lucky, sometimes got a bad day, yeah… that call The Journey… This is my First Entry of join Weekly Photo Challenge in The Daily Post :-) Filed under: INDONESIA, Photo CHALLENGE Tagged: 2012, Indonesia, Photo CHALLENGE, photography, Round Indonesia, The Daily Post, Weekly Photo … Continue reading »

Harlem Beach

$
0
0
Banyak pantai indah yang tersebar di pesisir laut kota Jayapura, mulai dari Pantai Base G yang selalu ramai oleh pelancong, Pantai Hamadi yang terletak di komplek TNI-AL, Pantai Amai yang memiliki pasir pantai lembut, Pantai Tablanusu yang punya pasir batu pipih di pantainya, Pantai Holtekamp yang luas…. Ya, itu hanya beberapa dari banyak pantai di Jayapura yang … Continue reading »

Wisata Candi di Karanganyar

$
0
0
Karanganyar adalah sebuah kabupaten yang masih termasuk dalam wilayah karesidenan Surakarta yang terletak kurang lebih 20 km dari kota Solo. Selain mempunyai wisata alam Air Terjun yang indah seperti Grojogan Sewu, Air Terjun Jumog, kabupaten Karanganyar juga memiliki peninggalan dua buah candi Hindu yg masih utuh dan terawat sampai detik ini. Untuk menuju komplek candi … Continue reading »

Rumah Teh “Ndoro Donker”

$
0
0
Ndoro Donker merupakan seorang ahli tanaman kewarganegaraan Belanda yang pernah hidup di desa Kemuning untuk membangun perkebunan. Beliau memilih hidup di desa, berdampingan dengan warga sekitanya dan berbagi ilmu tentang tanaman dengan warga sekitar yang membuat beliau dihormati dan dicintai oleh mereka. Cinta itu dibalas sepanjang sisa hidupnya. Ndoro Donker tidak menerima tawaran untuk kembali ke Belanda, … Continue reading »

Weekly Photo Challenge : Resolved

$
0
0
This week theme for The Daily Post is Resolved. My resolution in 2013 is to forget all the bad things that happened to me last year because Life Must Go On. Believe The Unbelievable – Life of Pi Filed under: INDONESIA, Photo CHALLENGE Tagged: 2013, Batu Secret Zoo, Indonesia, Photo CHALLENGE, photography, Richard Parker, The … Continue reading »

Wisata Kuliner Berkuah – SOLO

$
0
0
Cuaca dingin di musim penghujan di benak pikiran pasti hanya terbayang menikmati sebuah sajian sup yang berkuah hangat dengan kelezatan kaldunya yang membuat tidak sabar untuk menyeruput sedikit demi sedikit kuahnya agar badan terasa hangat, betul? Banyak sekali makanan berkuah khas Solo yang sudah dikenal dan diburu keberadaannya oleh banyak orang, bahkan banyak juga yang … Continue reading »
Viewing all 403 articles
Browse latest View live